Kekuatan Para Pemuda Dalam Neraca Islam
Di antara sifat-sifat yang dimiliki oleh para pemuda muslim adalah
kelembutan hati, kesucian jiwa, ketulusan hati nurani dan kekuatan iman
yang berkobar di hatinya. Oleh karena itu, kita dapat memahami bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengarahkan seluruh pandangannya dan
memusatkan seluruh pikirannya kepada pentingnya menjaga, merawat dan
memelihara para pemuda.
Beliau bersabda,
"Saya berwasiat kepada para pemuda untuk selalu berbuat kebaikan, karena
mereka adalah had yang paling lembut. Dan saya telah diutus oleh Allah
dengan hati yang lurus dan penuh kedermawanan. Maka para pemuda akan
selalu menyertaiku dan para syaikh meninggalkanku. (Hadits Syarif)
Para pemuda yang dididik dalam lingkungan pendidikan Nabi pertama tidak
akan pernah membiarkan Islam terbakar oleh kekosongan pikiran dan jiwa.
Mereka juga tidak menghendaki Islam menjadi agama dengan
ajaran-ajarannya yang dipinggirkan dalam kehidupan untuk menanggung
kesia-siaan, kekacauan dan kehilangan jati dirinya. Akan tetapi dia
justru mengumumkan bahwa dirinya bergabung dengan Islam dan menerapkan
ajaran-ajarannya sepenuh hati.
Ketika kaum Quraisy sudah berkumpul dan bersiap-siap dengan tentaranya
yang berjumlah tiga ribu personil dan bersenjata lengkap pergi menuju
Madinah untuk merebut kehormatan mereka yang telah tercemar dan
terinjak-injak pada peperangan Badar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam mengumpulkan para sahabatnya dan menceritakan kondisinya. Setelah
Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam bercerita, maka ada seseorang
yang di anggap tua berpendapat agar kaum muslimin tetap tinggal di
Madinah untuk menunggu kedatangan mereka. Dengan demikian anak-anak
kecil dan perempuan dapat berpartisipasi dalam pertempuran dengan
melemparkan batu kepada orang-orang musyrik
dari atap-atap rumah maupun perbukitan-perbukitan kecil yang ada di
Madinah. Pendapat ini dilontarkan oleh Abdullah bin Ubay pemimpin kaum
munafiq.
Sedangkan pendapat para pemuda berbeda dengan pendapat Abdullah bin
Ubay, mereka lebih memilih keluar kota Madinah untuk bertempur melawan
mereka. Mereka berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Keluarlah bersama kami menghadapi musuh-musuh kita. Kami tidak merasa
gentar dan tidak merasa lemah di banding mereka. Demi Allah, kami tidak
rela kalau mereka masuk ke daerah-daerah kita." Mendengar pendapat ltu
maka Rasulullah lebih setuju dengan pendapat para pemuda tadi. Melihat
Rasulullah lebih setuju dengan pendapat para pemuda, maka Abdullah bin
Ubay mengundurkan diri dari pasukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
dengan alasan karena Rasulullah lebih memilih pendapat para pemuda
daripada pendapatnya. Kemudian dia kembali lagi sambil bergumam, "Apakah
dia mengkhianati saya dan mengikuti anak-anak."
Pada waktu perang Uhud, setelah para pemuda menguatkan jati dirinya
dalam berpendapat, maka mereka juga menguatkan jati dirinya dengan
berpartisipasi di medan pertempuran secara langsung. Dengan demikian
maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan kesempatan
kepada para pemuda mukmin untuk berpartisipasi dalam pertempuran.
Diantara para pemuda yang diizinkan mengikuti pertempuran adalah Samrah
bin jandab dan Rafi' bin Khulai) yang masih berumur lima belas tahun.
Tapi, sebelumnya beliau menolak keikutsertaan mereka berdua, karena
dianggap masih terlalu muda. Maka, salah seorang sahabat berkata, "Ya
Rasulullah, sesungguhnya Rafi' adalah seorang pemanah (pemanah ulung).
Mendengar perkataan itu Rasulullah mengizinkannya. Ketika Rasulullah
mengizinkan Rafi' maka para sahabat berkata kepada beliau, "Ya
Rasulullah sesungguhnya Samrah bergulat dengan Rafi'. Maka Rasulullah
pun mengizinkannya untuk ikut bertempur.
Dalam peperangan Khandaq, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga
mengizinkan Usamah bin Zaid untuk ikut berperang juga. Selain Zaid,
anak-anak muda yang diizinkan untuk ikut berperang adalah Abdullah bin
'Umar bin Khaththab, Zaid bin Tsabit, A1 Barra' bin 'Aazib, 'Amr bin
Hazm dan Usaid bin Zhuhair. Mereka semua berumur tidak lebih dari lima
belas tahun.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengirim pasukan yang berjumlah
besar dengan pimpinan seorang pemuda muslim yang bernama Usamah bin
Zaid ke negara Syam. Pada saat itu, Usamah masih berumur delapan belas
tahun. Di dalam pasukan ini juga terdapat para sahabat senior yang
bergabung, di antaranya adalah Abu Bakar, 'Umar dan Abu Ubaidah bin
Jaraah dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Dengan kepemimpinan Usamah ini, 'Umar
bin Khaththab merasa kagum. Sampai-sampai ketika beliau menjabat sebagai
khalifah, apabila beliau melihat Usamah radhiyallaahu anhu, maka beliau
berkata kepadanya, "Assalamu alaika wahai pemimpin." Maka Usamah
menjawab ucapannya, "Mudah-mudahan Allah mengampunimu wahai Amirul
Mu'minin karena mengatakan demikian itu kepadaku?" Kemudian 'Umar
menjawab, "Saya akan tetap memanggilmu pemimpin, sebab Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam telah meninggal dunia, dan engkau adalah
pemimpin bagiku."
Walaupun demikian, kepemimpinan Usamah yang masih berusia muda belia
terhadap pasukan besar yang di dalamnya terdapat para sahabat senior
dari kaum Muhajirin dan Anshar ini menimbulkan kecemburuan di dalam diri
sebagian para sahabat. Mendengar hal itu, maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam keluar dari kamarnya dengan kepala diperban karena
sakit menuju sekumpulan manusia. Selanjutnya beliau menaiki mimbar yang
lebih tinggi dan berkhutbah kepada mereka:
“Wahai para manusia, apakah gerangan yang menyebabkan sebagian kalian
bekata tentang kepemimpinan Usamah (tidak suka)? Jika kalian mencela
kepemimpinan Usamah, maka kalian telah mencela kepemimpinan bapaknya
yang memimpin sebelum kepemimpinannya. Demi Allah, jika bapaknya adalah
salah seorang yang pantas menjadi seorang pemimpin, maka anaknya pun
pantas untuk menjadi pemimpin. Dan jika semua manusia itu mencintai
saya, sesungguhnya keduanya adalah tempat yang cocok bagi semua
kebaikan. Maka ikutilah oleh kalian nasehatnya, karena sesungguhnya dia
adalah salah seorang yang terbaik di antara kalian."
Setelah itu, Usamah keluar dan siap siaga bersama pasukannya untuk
bergerak keluar Madinah. Akan tetapi, pasukan Usamah berhenti bergerak
ketika terjadi peristiwa besar dan menggemparkan. Peristiwa itu tidak
lain adalah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dan ketika Abu bakar menggantikan kepemimpinan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, salah seorang sahabat senior berkata kepadanya agar
menjadikan kedudukan pasukan Usamah sebagai benteng pertahanan yang
mengelilingi kota Madinah pada masa-masa sulit, yaitu setelah wafatnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Akan tetapi Abu Bakar yang
lembut hatinya menjawabnya dengan ungkapan-ungkapan yang mematahkan dan
jelas. Beliau berkata:
"Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, kalau seandainya anjing-anjing
itu berlari dengan menggunakan kaki istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam-makz saya tidak akan menolak pasukan yang dikirim oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Demi Allah, burung yang
menyambarku itu lebih saya sukai daripada saya memulai sesuatu sebelum
ada perintah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam"
Selanjutnya, Abu Bakar keluar meninggalkan Usamah dan pasukannya. Usamah
menunggang kuda dan pengganti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
itu berjalan. Maka Usamah berkata kepadanya, "Wahai pengganti
Rasulullah, naiklah atau saya turun." Maka Abu Bakar menjawab perkataan
Usamah, "Demi Allah, kamu jangan turun dan demi Allah saya juga tidak
akan naik. Dan debu yang melumuri kedua kaki saya adalah saat-saat untuk
berjuang membela agama Allah."
Dan ketika Abu Bakar telah selesai berdebat, maka beliau berkata kepada
Usamah untuk meminta izin kepadanya "jika engkau menyertakan 'Umat, maka
lakukanlah." Kemudian Usamah mengizinkannya, maka Abu Bakar berdiri dan
memberikan wasiat kepada pasukan dengan wasiat yang tinggi."
Setelah menjalankan tugas, Usamah dan pasukannya kembali dengan membawa
kemenangan, kesuksesan dan mengibarkan bendera tauhid. Maka tidaklah
heran apabila Abu Bakar, setelah kemenangan itu, memberikan kekuasaan
kepada Usamah yang masih muda untuk memimpin Madinah, yaitu ketika
beliau keluar untuk membekuk orang-orang yang murtad.
Hal ini juga dialami oleh 'Utaab bin Usaid yang pada saat itu beliau
adalah seorang pemuda yang masih berumur dua puluh tahun atau lebih
sedikit. Dia dipekerjakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
di Makkah setelah hari pembebasan. Dan apa yang dikatakan beliau
kepadanya, "Wahai 'Utaab, apakah engkau mengetahui kepada siapa saya
mempekerjakanmu? Saya mempekerjakanmu kepada keluarga Allah Azza wa
Jalla. Kalau seandainya saya mengetahui kebaikan dirimu, maka saya
mempekerjakannya kepada mereka." 'Utaab bin Usaid tidak meninggalkan
Makkah sampai meninggalnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam,
bahkan sampai ditetapkannya Abu Bakar menjadi khalifah. 'Utab meninggal
di Makkah pada hari meninggalnya Abu Bakar radhiyallaahu 'anhu.
Demikianlah kami temukan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menyampaikan pelajaran secara amaliah kepada kedua telinga dan kedua
mata para budak bahwa para pemuda muslim harus menunjukkan jati dirinya.
Dan kita harus menghilangkan lapangan yang berbahaya baginya untuk
mengungkapkan jati dirinya dalam tindakan-tindakan.
Para pengganti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga sangat
memperhatikan ajaran ini, sehingga mereka benar-benar memuliakan pemuda,
menghargai pemikirannya dan menyertakan mereka dalam mengambil
keputusan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sangat penting dan mulia.
Ibnu Syihaab Az-Zuhri mengarahkan perkataanya kepada para pemuda:
Ibnu Syihaab Az-Zuhri mengarahkan perkataanya kepada para pemuda:
"Majelis 'Umar radhiyallaahu 'anhu selalu dipenuhi oleh para ulama dan
para penghapal Al Qur’an baik yang tua maupun yang muda, hal ini
dilakukan agar beliau bisa meminta pendapat dari mereka. Umar berkata:
“Seseorang jangan menghalangi orang lain untuk mengemukakan pendapatnya,
karena pendapat itu tidak dilihat dari muda atau tuanya usia, namun
pendapat itu adalah suatu urusan yang diberikan oleh Allah kepada siapa
saja.
Di antara mereka ada yang berkata, "Kalian hendaknya memberikan pendapat
yang baru, dan bermusyawahlah dengan para pemuda, karena sesungguhnya
mereka itu memiliki pemikiran yang brilian dan menghilangkan kekacauan."
Memang benar, hal itu tidak mengherankan lagi.
Pendapat seorang pemuda dan akal para pemuda adalah akal yang jernih dan
cerdas serta tidak mengenal keputus-asaan dalam hidup ini.
Dan para pemuda, dengan pemikirannya yang masih baru dan semangat iman
yang berkobar di dalam hatinya tidak akan tergoyangkan oleh rasa
ketakutan dan keragu-raguan yang ada di dalam dirinya. Semangatnya
selamanya adalah semangat kemajuan dan bukan kemunduran. Dia tidak
mengenal tempat-tempat yang membahayakan kecuali kematian.
Dari sanalah kita harapkan bahwa pemikiran dan aqidah para pemuda yang
dapat menyadarkan umat dari keterlenaannya dan menggerakkan cita-cita
yang ada di dalam dirinya kepada masa depan yang lebih baik dan lebih
cerah.
Adapun yang membuat seorang pemuda yang bernama Ibrahim itu memberontak
kepada berhala-berhala yang disembah oleh kaumnya, dan yang mendorong
untuk menghancurkannya itu tidak lain adalah pemikiran baru yang
membangunkan orang-orang yang tertidur serta pemikiran yang
memperingatkan orang-orang yang terlena dan mabuk bahwa tidak ada Tuhan
yang patut disembah selain Allah.
Selain itu, pembangkangan para pemuda ashabul kahfi terhadap penguasa
yang zhalim dan sewenang-wenang itu tidak lain adalah bentuk penolakan
mereka terhadap pemikiran-pemikiran yang rusak dan menyesatkan dan
kemudian menghidupkan kembali fitrah baru yang benderanya di bawa oleh
para pemuda.
"Kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami
kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari
kebenaran.” [QS. Al Kahfi [18]:14]
Inilah pemuda, inilah sebagian kedudukannya di dalam Islam. Dan kita
mempercayai setiap cita-cita yang dimiliki oleh para pemuda umat ini
adalah untuk mengembalikan wajah Islam yang sebenarnya di atas bumi
setelah hilang beberapa lama. Selain itu untuk mengangkat syi'ar tauhid:
baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Tidak ada Tuhan yang
patut disembah kecuali Allah dan tidak ada keputusan kecuali keputusan
dengan menggunakan syari'at Allah.
0 komentar: